vakum


TIDAK semua persalinan seseorang bisa berlangsung lancar secara normal, kadang akan melalui proses persalinan buatan dengan alat ektraksi vakum , forseps, atau melalui proses operasi Caesar. Cara persalinan buatan dengan ekstraksi vakum relatif banyak digunakan para dokter kebidanan saat ini, teknik persalinan buatan ini relatif aman baik bagi ibu maupun bayinya.
Selama ini banyak beredar rumor di masyarakat tentang dampak buruk ekstraksi vakum bagi kesehatan anak, sehingga para ibu takut dan menolak dilakukan ekstraksi vakum sehingga meminta tindakan operasi Caesar. Sebenarnya alasan penolakan sang ibu tersebut kurang tepat karena semua tindakan persalinan dengan alat bantu tersebut jika dilakukan oleh tenaga terlatih/profesional yang kompeten, tetap aman bagi bayi dan ibu.
Penggunaan alat ekstraksi vakum bertujuan membantu sang bayi lahir tepat waktu sesuai kesepakatan umum yang dipakai para ahli kebidanan yakni pada kehamilan pertama rentang waktu mengejan antara sampai 2 jam dan untuk ibu yang sudah pernah melahirkan dengan rentang waktu hingga 1 jam, malah rentang waktu tersebut bisa dipersingkat atas indikasi bayi atau ibu. Semua batasan waktu yang dipakai tersebut demi upaya menurunkan risiko angka kesakitan dan kematian terhadap bayi.
Teknik melahirkan bayi menggunakan alat vakum telah diperkenalkan sejak tahun 1840 oleh Simpson, dan model alat ini terus berubah demi mengurangi risiko pada bayi yang diperkenalkan Malmstrom tahun 1954. Alat ekstraksi vakum dibuat dalam dua bentuk. Ada yang terbuat dari bahan stainless dan silastic yang masing-masing punya keunggulan. Prinsip kerja alat ekstraksi vakum adalah dengan memberikan tekanan negatif,sehingga akan membentuk kaput dikulit kepala bayi yang berguna sebagai tempat tarikan saat ibu mengejan. Penggunaan alat ektraksi vakum pada persalinan buatan hanya untuk tenaga tambahan bukan menggantikan tenaga mengejan ibu, kekuatan dan teknik dalam menarik kepala bayi inilah yang sering menjadi faktor risiko terjadi komplikasi terutama untuk bayi. Bila tarikan terlalu kuat berisiko terjadi perdarahan dibawah kulit atau perdarahan otak. Karena dilakukan tarikan kepala bayi dengan ala
Alasan pemilihan alat ekstraksi vakum (alat bantu persalinan pervaginam) adalah untuk menghindari tingginya angka operasi Caesar, yang sudah tentu membutuhkan biaya relatif lebih besar dan risiko dari tindakan operasi terhadap ibu, bila dibandingkan dengan tindakan ekstraksi vakum.
Hal yang sering membuat sang ibu takut anaknya dilahirkan dengan ekstaksi vakum adalah akibat terbentuknya kaput (kulit kepala anak yang menonjol) segera saat bayi lahir, sebenarnya kaput tersebut tak perlu dirisaukan sebab kaput tersebut memang harus ada untuk tempat kepala bayi tersebut. Seorang tenaga profesional dalam melakukan tarikan telah mempunyai feeling atau rasa dalam kekuatan tarikan yang diberikan, operator biasa dapat menilai apakah tarikan yang diberikan telah sesuai dengan menilai ada bagian kepala anak yang turun dari jalan lahir. Bila tarikan yang diberikan telah optimal tapi tidak signifikan dengan majunya kepala bayi, dokter/operator kemungkinan akan mempertimbangkan tindakan operasi Caesar, demi mencegah hal komplikasi yang tidak diinginkan
Komplikasi yang sering terjadi pada tindakan partus buatan dengan ektraksi vakum, biasanya timbul akibat terlalu lama dan terlalu kuatnya tarikan. Kadang sering juga operator menghadapi kendala dari pihak keluarga akibat sikap keluarga yang tidak siap untuk operasi dan meminta dokter untuk mencoba tetap lahir pervaginam, walau dokter telah merasa tarikan vakum sangat berat. Dampak dari anak yang dilahirkan dengan bantuan alat ektraksi vakum bila dilakukan oleh tenaga profesional biasanya tetap aman, seperti laporan penelitian yang dilakukan oleh Towner dkk dari California (1999) dari 583.400 wanita, selama 2 tahun, baik melalui operasi, tarikan forseps, vakum dan lahir spontan. Dari hasil penelitian tersebut terlihat risiko terjadi perdarahan intrakranial pada bayi sangat bervariatif baik ibu melahirkan secara normal, memakai alat maupun dengan lahir dengan operasi Caesar. Sebagai contoh, risiko terjadi perdarahan intrakranial akibat tindakan vakum 1 0rang setiap 860 tindakan, sedangkan akibat lahir spontan 1 kasus setiap 1900. Sedangkan bila bayi lahir dengan tarikan forseps risiko perdarahan otak hanya 1 kasus setiap 600 bila dibandingkan dengan operasi Caesar 1 kasus setiap 900. Hasil penelitian tadi memberi gambaran pada kita tentang kecilnya risiko terjadi perdarahan otak pada bayi yang dilahirkan dengan ekstraksi vakum
Sedang dalam hal pengaruh terhadap kepintaran sang anak juga tidak ada perbedaan yang bermakna, mari kita amati penelitian yang dilakukan Seidman dkk(1991) di West Yerusssalem Hospital setelah sang anak berusia 17 tahun, anak yang dilahirkan spontan mempunyai inteligen skore 105, kelahiran dengan Forseps 104, anak yang lahir dengan vakum 105 dan dengan operasi Caesar 103.
Malah hasil anak yang dioperasi memberikan hasil Inteligen skor yang relatif rendah dari lahir pervaginam. Bila kita kaji hasil penelitian ini memberikan masukan yang jauh berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini, seolah-olah kalau mau anak pintar sebaiknya lahir denan operasi Caesar. Tindakan operasi pasti sangat praktis karena segera kita dapat melihat bayi lahir, akan tetapi perlu dingat dan dipertimbangkan tindakan operasi mempunyai risiko komplikasi.
Pilihan tindakan operasi sebaiknya hanya dilakukan pada kasus-kasus yang memang mutlak diperlukan bukan oleh karena alasan –alasan yang irasional. Karena kalau dengan alasan akan kepintaran anak, jelas-jelas tidak beralasan karena dari beberapa penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata lebih baik atau bermakna tingkat intelegensi anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar dengan lahir normal atau tindakan ekstraksi vakum.
Masalah Keluhan komplikasi ringan yang sering ditakutkan dari kelahiran dengan alat vakum akibat adanya caput sebenarnya tak perlu dirisaukan karena caput tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Pada persalinan normal dengan waktu lahir memanjang capu bisa juga di temukan pada kepala bayi, caput tersebut muncul sebagai adaptasi kepala anak terhadap proses turunnya kepala melalui jalan lahir.Caput di kepala akan besar bila kekuatan sakit akibat kontraksi rahim (his) yang terjadi sangat kuat akan tetapi pembukaan tetap kecil, dan caput lebih besar bila ketuban sang ibu telah pecah lebih awal.
Risiko komplikasi lanjutan bisa terjadi berupa perdararahan dibawah kulit kepala (cephalohematom) atau perdarahan didalam rongga (intrakranial hemorhagi) akan tetapi sangat jarang.. Kedua komplikasi ini mudah dibedakan dengan caput suksedadeum yang lahir normal atau dengan tindakan vakum, pembengkakan dikepala(caput) akibat tindakan vakum akan hilang dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Sedang perdarahan dibawah kulit (cephalo hematom) yang terbentuk beberapa jam setelah lahir dan akan hilang seminggu kemudian, bahkan ada kasus yang hilang sampai berbulan-bulan. Bila terjadi perdarahan otak akan dikelola bersama bersama tim dokter bedah saraf atau bedah anak, dan dokter anak(perinatologis).
Jadi bila dilihat dari hasil beberapa penelitian baik dalam hal rendahnya insidensi kejadian perdarahan intrakranial pada partus buatan dengan ekstraksi vakum, juga dalam hal tidak berpengaruhnya tingkat kecerdasan anak yang persalinannya melalui ektraksi vakum, yang dilakukan oleh tenaga profesional mempunyai tingkat kompetensi/kecakapan cukup, maka jelas tidak ada alasan lagi para ibu dalam hal kekuatiran akan terjadi komplikasi. Sebaiknya keluarga sang ibu terus/selalu berkonsultasi dengan dokter dalam setiap tindakan yang akan diambil dan bila pasien tidak bertanya sudah menjadi tugas dokter menjelaskan detail tindakan apa yang akan diambil beserta segala kemungkinan risiko.

0 comments:

Post a Comment

vakum


TIDAK semua persalinan seseorang bisa berlangsung lancar secara normal, kadang akan melalui proses persalinan buatan dengan alat ektraksi vakum , forseps, atau melalui proses operasi Caesar. Cara persalinan buatan dengan ekstraksi vakum relatif banyak digunakan para dokter kebidanan saat ini, teknik persalinan buatan ini relatif aman baik bagi ibu maupun bayinya.
Selama ini banyak beredar rumor di masyarakat tentang dampak buruk ekstraksi vakum bagi kesehatan anak, sehingga para ibu takut dan menolak dilakukan ekstraksi vakum sehingga meminta tindakan operasi Caesar. Sebenarnya alasan penolakan sang ibu tersebut kurang tepat karena semua tindakan persalinan dengan alat bantu tersebut jika dilakukan oleh tenaga terlatih/profesional yang kompeten, tetap aman bagi bayi dan ibu.

Penggunaan alat ekstraksi vakum bertujuan membantu sang bayi lahir tepat waktu sesuai kesepakatan umum yang dipakai para ahli kebidanan yakni pada kehamilan pertama rentang waktu mengejan antara sampai 2 jam dan untuk ibu yang sudah pernah melahirkan dengan rentang waktu hingga 1 jam, malah rentang waktu tersebut bisa dipersingkat atas indikasi bayi atau ibu. Semua batasan waktu yang dipakai tersebut demi upaya menurunkan risiko angka kesakitan dan kematian terhadap bayi.
Teknik melahirkan bayi menggunakan alat vakum telah diperkenalkan sejak tahun 1840 oleh Simpson, dan model alat ini terus berubah demi mengurangi risiko pada bayi yang diperkenalkan Malmstrom tahun 1954. Alat ekstraksi vakum dibuat dalam dua bentuk. Ada yang terbuat dari bahan stainless dan silastic yang masing-masing punya keunggulan. Prinsip kerja alat ekstraksi vakum adalah dengan memberikan tekanan negatif,sehingga akan membentuk kaput dikulit kepala bayi yang berguna sebagai tempat tarikan saat ibu mengejan. Penggunaan alat ektraksi vakum pada persalinan buatan hanya untuk tenaga tambahan bukan menggantikan tenaga mengejan ibu, kekuatan dan teknik dalam menarik kepala bayi inilah yang sering menjadi faktor risiko terjadi komplikasi terutama untuk bayi. Bila tarikan terlalu kuat berisiko terjadi perdarahan dibawah kulit atau perdarahan otak. Karena dilakukan tarikan kepala bayi dengan ala
Alasan pemilihan alat ekstraksi vakum (alat bantu persalinan pervaginam) adalah untuk menghindari tingginya angka operasi Caesar, yang sudah tentu membutuhkan biaya relatif lebih besar dan risiko dari tindakan operasi terhadap ibu, bila dibandingkan dengan tindakan ekstraksi vakum.
Hal yang sering membuat sang ibu takut anaknya dilahirkan dengan ekstaksi vakum adalah akibat terbentuknya kaput (kulit kepala anak yang menonjol) segera saat bayi lahir, sebenarnya kaput tersebut tak perlu dirisaukan sebab kaput tersebut memang harus ada untuk tempat kepala bayi tersebut. Seorang tenaga profesional dalam melakukan tarikan telah mempunyai feeling atau rasa dalam kekuatan tarikan yang diberikan, operator biasa dapat menilai apakah tarikan yang diberikan telah sesuai dengan menilai ada bagian kepala anak yang turun dari jalan lahir. Bila tarikan yang diberikan telah optimal tapi tidak signifikan dengan majunya kepala bayi, dokter/operator kemungkinan akan mempertimbangkan tindakan operasi Caesar, demi mencegah hal komplikasi yang tidak diinginkan
Komplikasi yang sering terjadi pada tindakan partus buatan dengan ektraksi vakum, biasanya timbul akibat terlalu lama dan terlalu kuatnya tarikan. Kadang sering juga operator menghadapi kendala dari pihak keluarga akibat sikap keluarga yang tidak siap untuk operasi dan meminta dokter untuk mencoba tetap lahir pervaginam, walau dokter telah merasa tarikan vakum sangat berat. Dampak dari anak yang dilahirkan dengan bantuan alat ektraksi vakum bila dilakukan oleh tenaga profesional biasanya tetap aman, seperti laporan penelitian yang dilakukan oleh Towner dkk dari California (1999) dari 583.400 wanita, selama 2 tahun, baik melalui operasi, tarikan forseps, vakum dan lahir spontan. Dari hasil penelitian tersebut terlihat risiko terjadi perdarahan intrakranial pada bayi sangat bervariatif baik ibu melahirkan secara normal, memakai alat maupun dengan lahir dengan operasi Caesar. Sebagai contoh, risiko terjadi perdarahan intrakranial akibat tindakan vakum 1 0rang setiap 860 tindakan, sedangkan akibat lahir spontan 1 kasus setiap 1900. Sedangkan bila bayi lahir dengan tarikan forseps risiko perdarahan otak hanya 1 kasus setiap 600 bila dibandingkan dengan operasi Caesar 1 kasus setiap 900. Hasil penelitian tadi memberi gambaran pada kita tentang kecilnya risiko terjadi perdarahan otak pada bayi yang dilahirkan dengan ekstraksi vakum
Sedang dalam hal pengaruh terhadap kepintaran sang anak juga tidak ada perbedaan yang bermakna, mari kita amati penelitian yang dilakukan Seidman dkk(1991) di West Yerusssalem Hospital setelah sang anak berusia 17 tahun, anak yang dilahirkan spontan mempunyai inteligen skore 105, kelahiran dengan Forseps 104, anak yang lahir dengan vakum 105 dan dengan operasi Caesar 103.
Malah hasil anak yang dioperasi memberikan hasil Inteligen skor yang relatif rendah dari lahir pervaginam. Bila kita kaji hasil penelitian ini memberikan masukan yang jauh berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini, seolah-olah kalau mau anak pintar sebaiknya lahir denan operasi Caesar. Tindakan operasi pasti sangat praktis karena segera kita dapat melihat bayi lahir, akan tetapi perlu dingat dan dipertimbangkan tindakan operasi mempunyai risiko komplikasi.
Pilihan tindakan operasi sebaiknya hanya dilakukan pada kasus-kasus yang memang mutlak diperlukan bukan oleh karena alasan –alasan yang irasional. Karena kalau dengan alasan akan kepintaran anak, jelas-jelas tidak beralasan karena dari beberapa penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata lebih baik atau bermakna tingkat intelegensi anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar dengan lahir normal atau tindakan ekstraksi vakum.
Masalah Keluhan komplikasi ringan yang sering ditakutkan dari kelahiran dengan alat vakum akibat adanya caput sebenarnya tak perlu dirisaukan karena caput tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Pada persalinan normal dengan waktu lahir memanjang capu bisa juga di temukan pada kepala bayi, caput tersebut muncul sebagai adaptasi kepala anak terhadap proses turunnya kepala melalui jalan lahir.Caput di kepala akan besar bila kekuatan sakit akibat kontraksi rahim (his) yang terjadi sangat kuat akan tetapi pembukaan tetap kecil, dan caput lebih besar bila ketuban sang ibu telah pecah lebih awal.
Risiko komplikasi lanjutan bisa terjadi berupa perdararahan dibawah kulit kepala (cephalohematom) atau perdarahan didalam rongga (intrakranial hemorhagi) akan tetapi sangat jarang.. Kedua komplikasi ini mudah dibedakan dengan caput suksedadeum yang lahir normal atau dengan tindakan vakum, pembengkakan dikepala(caput) akibat tindakan vakum akan hilang dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Sedang perdarahan dibawah kulit (cephalo hematom) yang terbentuk beberapa jam setelah lahir dan akan hilang seminggu kemudian, bahkan ada kasus yang hilang sampai berbulan-bulan. Bila terjadi perdarahan otak akan dikelola bersama bersama tim dokter bedah saraf atau bedah anak, dan dokter anak(perinatologis).
Jadi bila dilihat dari hasil beberapa penelitian baik dalam hal rendahnya insidensi kejadian perdarahan intrakranial pada partus buatan dengan ekstraksi vakum, juga dalam hal tidak berpengaruhnya tingkat kecerdasan anak yang persalinannya melalui ektraksi vakum, yang dilakukan oleh tenaga profesional mempunyai tingkat kompetensi/kecakapan cukup, maka jelas tidak ada alasan lagi para ibu dalam hal kekuatiran akan terjadi komplikasi. Sebaiknya keluarga sang ibu terus/selalu berkonsultasi dengan dokter dalam setiap tindakan yang akan diambil dan bila pasien tidak bertanya sudah menjadi tugas dokter menjelaskan detail tindakan apa yang akan diambil beserta segala kemungkinan risiko.

0 comments:

Post a Comment